Rhin Inspired by Rhin

Blog

Nggege Mangsa

        Dalam etika dan filsafat Jawa dikenal ungkapan aja nggege mangsa. Aja berarti jangan, nggege berarti mempercepat atau mendahului, dan mangsa itu waktu. Secara harfiah, ungkapan aja nggege mangsa itu adalah jangan mendahului waktu.

          Aja nggege mangsa terkait dengan sikap hidup, jati diri seseorang sebagai individu dan sebagai jati diri seseorang sebagai individu, dan sebagai makhluk sosial ciptaan Tuhan Yang Maha Pencipta. Ungkapan itu mengandung nasihat, agar dalam upaya mencapai cita-cita, seseorang harus mampu mengendalikan diri.

          Pengendalian diri, dalam etika Jawa diungkapkan dengan peribahasa aja grusa-grusu, aja kebat kliwat gancang pincang, yang berarti jangan bertindak tergesa-gesa karena tindakan tergesa-gesa hanya menghasilkan sesuatu yang tidak baik.

          Ungkapan lain yang mirip dengan aja nggege mangsa adalah aja ndisiki kersane Sing Gawe Urip. Artinya, jangan mendahului kehendak Yang Maha Pencipta. Hidup itu harus menyeleraskan dengan perjalanan waktu, harus menapaki proses yang memang harus dijalani (management by process), bukan sekedar mencapai tujuan (management by objective).

           Dalam kerangka pikir tersebut maka keberhasilan merupakan perjalanan (success is journey), bukan tujuan (succes is destination). Maka orang Jawa selalu mengingatkan kita untuk tidak mudah terkejut (aja kagetan), tidak cepat terheran-heran (gumunan), dan tidak mentang-mentang karena sudah mencapai sesuatu tahapan dalam kehidupan (aja dumeh).

            Itulah sebabnya, orang Jawa selalu mengingatkan, janganlah kita terlalu mengandalkan otak dalam bertindak, melainkan otak itu harus dipimpin oleh rasa (yang didasarkan pada hati nurani). Pertimbangan rasa tersebut akan mengarahkan kita pada tindakan penuh perhitungan, apakah tindakan kita akan menghasilkan kemaslahatan atau justru kerugian.

             Dalam konteks etika Jawa itu, maka euforia (perasaan senang) yang berlebihan harus dihindari. Orang Jawa menyebutnya dengan istilah mbungahi, dari kata bungah (senang). Orang Jawa percaya, bahwa mbungahi adalah tanda-tanda seseorang akan mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan di kemudian hari. Itulah sebabnya, filosofi Jawa mengajarkan, bahwa sesungguhnya bungah susah iku padha wae (senang dan sedih itu sama saja).

source : SM,Dec,31th, 2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar